Rabu, 25 Januari 2017

Syekh Kasyful Anwar: Ulama Besar dari Kalimantan Selatan

 
Seyogyanya bagi orang yang alim apabila dia ditanya akan hal yang tidak diketahuinya maka dia akan berkata ‘Aku tidak mengetahuinya’ dan hal tersebut tidak akan mengurangi martabatnya tetapi menunjukkan akan wara’ dan sempurna ilmu.” Demikian sebagian nasihat Syekh Muhammad Kasyful Anwar seorang pembaharu sistem pendidikan sekaligus pimpinan periode ketiga Pondok Pesantren Darussalam Martapura yang merupakan pesantren tertua dan terbesar di Kalimantan.

Syekh Muhammad Kasyful Anwar lahir di Desa Kampung Melayu, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, pada tanggal 4 Rajab 1304 H/29 Maret 1887 pukul 10 pagi malam Selasa. Syekh Muhammad Kasyful Anwar adalah putra al-Allamah KH Ismail bin Muhammad Arsyad bin Muhammad Sholeh bin Badruddin bin Maulana Kamaluddin.

Memasuki usia tamyiz, jiwanya sudah dipenuhi dengan cahaya Al-Qur’an dan diasuh langsung oleh orang tuanya sendiri. Di masa mudanya ia tidak belajar di bangku sekolah, karena pada saat itu di Kampung Melayu belum ada madrasah formal. Jadi beliau belajar ilmu agama dengan beberapa masyayikh di antaranya:

- Al-Alim Al-Allamah Syekh Ismail bin Ibrahim bin Muhammad Sholeh bin Mufti Syekh Zainuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari
- Al Alim Al Allamah Syekh Abdullah Khatib bin Muhammad Sholeh bin Hasanuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Pada usia 9 tahun Muhammad Kasyful Anwar dibawa oleh kakek, nenek dan kedua orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji sekaligus memperdalam ilmu agama kepada ulama di Kota Makkah.

Sebagai pendatang yang belum pandai berbahasa Arab, beliau belajar kepada Al-Alim Al-Allamah Syekh Muhamamd Amin bin Qadhi Haji Mahmud bin Asiah binti Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari, seorang ulama yang berasal dari Kampung Pasayangan Martapura dan sudah lama menetap di Kota Makkah.

Selama belajar di Makkah beliau berguru dengan ulama-ulama besar di antaranya:
1. Sayyid Ahmad bin Sayyid Abu Bakar Syatha, anak dari pengarang kitab I’anah Al Thalibin;
2. Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas penulis kitab Tadzkirunnas;
3. Syekh Muhammad Ali bin Husein Al-Maliki yang bergelar Sibawaihi pada zamannya, sangat alim dan memiliki berbagai keahlian bidang ilmu;
4. Syekh Umar Hamdan Al-Mahrusi;
5. Syekh Umar Ba Junaid Mufti Syafi’iyah;
6. Syekh Sa’id bin Muhammad Al Yamani;
7. Syekh Muhammad Sholeh bin Muhammad Ba Fadhal;
8. Syekh Muhammad Ahyad Al Bughuri;
9. Sayyid Muhammad Amin Al Kutbi.

Setiap cabang ilmu yang dipelajari, selalu ditelusuri sanadnya, terutama di bidang fiqih, hadits, wirid, dan hizib-hizib. Di bidang hadits, beliau mempelajari secara langsung sebanyak 40 hadits musalsal yang disusun oleh Syekh Mukhtar Atthatih kepada Syekh Muhammad Ahyad Al Bughuri beserta praktiknya baik memakai sorban, libasul hirqah as-shufiah, dzikir, mushafahahmusyabaqahmunawalatussubhah, dan lainnya yang termaktub di kitab tersebut.

Syekh Muhammad Kasyful Anwar juga mengambil ijazah Dalailul Khairat dan Burdatul Madih Al Mubarakah dari Syekh Muhammad Yahya Abu Liman, Syekh Dalaiul Khairat dengan sanad yang mutthasil kepada penyusun keduanya.

Murid-murid beliau sangat banyak dan menjadi ulama besar di antaranya:
1. Syekh Anang Sya’rani Arif seorang muhadits dan juga salah satu Pimpinan Pesantren Darussalam Martapura;
2. Syekh Muhammad Syarwani Abdan Pimpinan PP Datuk Kalampayan Bangil;
3. Syekh Ahmad Marzuki;
4. Syekh Muhammad Samman bin Abdul Qadir;
5. Syekh Abdul Qadir Hasan;
6. Syekh Husien bin Ali;
7. Syekh Salman Yusuf;
8. Syekh Muhammad Samman Mulia.

Selain aktif berjuang di dunia pendidikan sebagai pengajar, Syekh Muhammad Kasyful Anwar juga berjasa memperkaya khazanah perpustakaan Islam dengan berbagai karya tulis yang bermanfaat. Di antara karya tulis beliau:

1. Risalah Tauhid;
2. Risalah Fiqh;
3. Risalah Fi Sirah Sayyidil Mursalin (Ilmu Tarikh);
4. Targhib Al-Ikhwan Fi Tajwid Al Qur’an;
5. Durutsuttashrif (Ilmu Sharaf 4 Jilid);
6. Terjemah kitab Hadits Arbain dalam bahasa Arab Melayu berjudul Al-Tabyin Ar-Rawi Bisyarhi Arba’in An-Nawawi;
7. Terjemah kitab Jauarah Al Tauhid yang berjudul Al Durrul Farid Syarh Jawhar Al Tauhid;
8. Risalah Hasbuna.

Pembaharu Pesantren

Syekh Muhammad Kasyful Anwar menjadi Pimpinan Pesantren Darussalam Martapura pada periode ketiga selama 18 Tahun (1922-1940). Dalam kepemimpinan beliau terjadi perubahan-perubahan fundamental baik di bidang sistem pendidikan, penyusunan kurikulum, pemberdayaan tenaga pengajar, maupun peningkatan infrastruktur yang meliputi pembangunan sarana dan prasarana fisik bangunan. Cara pengajian Pesantren Darussalam yang sebelumnya berupa halaqah diubahnya menjadi model pengajaran klasikal dan berjenjang.

Dengan adanya pembaharuan sistem dan metode pendidikan yang dilakukan Syekh Muhammad Kasyful Anwar di Pesantren Darussalam Martapura, maka banyak berdatangan dan berduyun-duyun para santri dari berbagai daerah di Kalimantan yang belajar di Pesantren Darussalam Martapura. Dalam beberapa tahun saja para alumnusnya terlah tersebar ke berbagai pelosok Kalimantan dan mendapat kepercayaan dari masyarakat kaum muslimin setempat untuk membuka pengajian majelis taklim, mendirikan madrasah dan pondok pesantren. Di antara salah satu alumnus Pesantren Darussalam Martapura yang sangat terkenal dan memimpin majelis taklim yang diikuti oleh ratusan ribu jamaah adalah KH Muhammad Zaini bin Abdul Ghani atau yang lebih dikenal dengan panggilan guru sekumpul.

Syekh Muhammad Kasyful Anwar termasuk orang yang berkecukupan. Beliau adalah pedagang emas dan intan yang dijalankan saudara iparnya di Jakarta. Selain usaha tersebut, beliau juga memiliki sawah dan kebun karet yang dikerjakan oleh tenaga upahan. Di sela-sela kesibukannya, beliau tetap menyempatkan diri turun ke sawah dan kebun bekerja bersama pekerja upahan.

Kemandirian yang Syekh Muhammad Kasyful Anwar miliki menjadikannya tidak mau menerima zakat, bahkan atas kemampuan tersebut beliau mengeluarkan zakat dan memberikan bantuan kepada orang lain. Bahkan gaji guru-guru Pesantren Darussalam Martapura banyak diberikan dari uang pribadi beliau. Walaupun sebagai seorang yang berada namun beliau tetap dalam hidup kesederhanaan karena perilaku zuhudnya. Begitulah kehidupan pribadi seorang ulama Ahlussunnah wal Jama’ah yang memegang teguh disiplin ilmu dan kemasyarakatan.

Syekh Muhammad Kasyful Anwar menikah dengan seorang perempuan bernama Siti Halimah pada bulan Syawwal 1330 H dalam usia 26 tahun dan dikaruniai 6 orang anak, 4 putra dan 2 perempuan.

Setelah berjuang tanpa kenal lelah dari masa belajarnya hingga masa mengajar dalam rangka menyampaikan amanah sebagai pewaris baginda Rasulullah SAW kepada umat baik melalui pendidikan formal dan pengajian nonformal maupun dengan tulisan yang tersebar dan menjadi bahan bacaan terutama di Pesantren Darussalam Martapura, akhirnya pada malam Senin pukul 9.45 WITA, tanggal 18 Syawwal 1359 H/18 September 1940 M Syekh Muhammad Kasyful Anwar berpulang ke Rahmatullah dalam usia 55 tahun dan dimakamkan di Kampung Melayu Martapura. (Erfan Maulana)


Dikutip dari Kitab Nurul Abshar (Sebagian Riwayat Hidup) Syekh Muhammad Kasyful Anwar susunan KH Munawwar Gazali Pimpinan Majelis Ta’lim Raudlatul Anwar


Sumber: http://www.nu.or.id

Selasa, 24 Januari 2017

Surat Permohonan Tidak Ada Pemadaman Listrik

PANITIA PELAKSANA
HAFLAH DZIKIR WA MAULIDURRASUL SAW
DALAM RANGKA “HAUL AKBAR”
SULTHANIL AULIYA’I ASSYAIKH ABDIL QADIR AL-JIILANY RA
WA AULIAILLAH FII JAMI’IL JIHAT
Sekretariat : Jl. Budi utomo Parwasal RT 003/RW 024 Kel. Siantan Tengah Kec. Pontianak Utara Hp : 0858-4525-6594
No.                  : 69/PP-HD/XI/2016                                       Pontianak, 18 November 2016
Lampiran         : -
Perihal             : Permohonan Tidak Ada Pemadaman Listrik

                        Kepada Yang Terhormat
                        Pimpinan PT. PLN (Persero) RAYON SIANTAN
                        Di_
Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam silaturrahim kami sampaikan semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT, serta sukses dalam melaksanakan rutinitas keseharian kita. Amin-amin Ya Rabbal ‘alamin.
Sehubungan akan diadakan Haflah Dzikir wa Maulidurrasul SAW yang dikemas dalam acara Tabligh dan Haul Akbar Sulthanil Auliyaai Assyaikh Abdil Qadir Al-Jiilaniy, Wa Auliaillah, Wa Arwahi Abainaa Wa Ummahaatinaa Wa Saairi Arwahil Muslimin Wal Muslimat Wal Mu’minin Wal Mu’minat Fi Jami’il Jihat. Maka kami atas nama Panitia Pelaksana memohon dan mengharapkan partisipasinya, bahwa kami akan melaksanakan acara tersebut, yang Insya Allah akan dilaksanakan nanti pada :
Hari                : Rabu malam Kamis
Tanggal           : 07 Desember 2016 M/ 07 Rabi’ul Awal 1438 H
Jam                 : 18.30 – Selesai
Tempat           : Halaman Masjid Istiqlal. Jl Darma Putra Dalam RT.01/ RW.32   
                         Kel. Siantan Tengah Kec. Pontianak Utara
Demikian surat permohonan kami, atas perhatian serta kebijaksanaan Bapak/ Ibu, kami sampaikan terima kasih. Serta teriring do’a semoga kita semua mendapatkan ridla, syafa’at, dan berkah karenanya. Amin
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Panitia Pelaksana
Ketua



RUDI

Sekretaris



HAMIM

Mengetahui:
Ketua RT.01

HARTONO

Ketua RW.32

SALE


Surat Pemberitahuan Acara Untuk Kepolisian

PANITIA PELAKSANA
HAFLAH DZIKIR WA MAULIDURRASUL SAW
DALAM RANGKA “HAUL AKBAR”
SULTHANIL AULIYA’I ASSYAIKH ABDIL QADIR AL-JIILANY RA
WA AULIAILLAH FII JAMI’IL JIHAT
Sekretariat : Jl. Budi utomo Parwasal RT 003/RW 024 Kel. Siantan Tengah Kec. Pontianak Utara Hp : 0858-4525-6594
No.                  : 69/PP-HD/XI/2016                                       Pontianak, 18 November 2016
Lampiran         : -
Perihal             : Pemberitahuan

                        Kepada Yang Terhormat
                        Ka. POLSEK Pontianak Utara
                        Di_
Tempat
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Salam silaturrahim kami sampaikan semoga kita senantiasa dalam lindungan Allah SWT, serta sukses dalam melaksanakan rutinitas keseharian kita. Amin-amin Ya Rabbal ‘alamin.
Sehubungan akan diadakan Haflah Dzikir wa Maulidurrasul SAW yang dikemas dalam acara Tabligh dan Haul Akbar Sulthanil Auliyaai Assyaikh Abdil Qadir Al-Jiilaniy, Wa Auliaillah, Wa Arwahi Abainaa Wa Ummahaatinaa Wa Saairi Arwahil Muslimin Wal Muslimat Wal Mu’minin Wal Mu’minat Fi Jami’il Jihat. Maka kami atas nama Panitia Pelaksana memberitahukan dan mengharapkan partisipasinya, bahwa kami akan melaksanakan acara tersebut, yang Insya Allah akan dilaksanakan nanti pada :
Hari                : Rabu malam Kamis
Tanggal           : 07 Desember 2016 M/ 07 Rabi’ul Awal 1438 H
Jam                 : 18.30 – Selesai
Tempat           : Halaman Masjid Istiqlal. Jl Darma Putra Dalam RT.01/ RW.32    
                         Kel. Siantan Tengah Kec. Pontianak Utara
Demikian surat pemberitahuan kami, atas perhatian serta kebijaksanaan Bapak/ Ibu, kami sampaikan terima kasih. Serta teriring do’a semoga kita semua mendapatkan ridla, syafa’at, dan berkah karenanya. Amin
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Panitia Pelaksana
Ketua

RUDI

Sekretaris

HAMIM

Mengetahui:
Ketua RT.01

HARTONO

Ketua RW.32

SALE
 

Rabu, 18 Januari 2017

PPMDI_IAIN PTK

PEMBAHARUAN ISLAM DI INDONESIA
Sumber: Eka Hendry. Dosen IAIN PONTIANAK

A.    Penetrasi Gagasan Pembaharuan Islam di Indonesia
Menurut Thomas W. Arnold (1950) Islam di Asia Tenggara memiliki watak yang lebih ramah, damai, dan toleran dibandingkan dengan penyebaran Islam di Timur Tengah, Asia Selatan, Asia maupun Eropa. Hal serupa juga terjadi dalam penyebaran Islam di Indonesia yang disebarkan melalui jalur perdagangan.
Pada abat ke 17 dibangun jaringan ulama nusantara yang terjalin kontak hubungan dengan ulama-ulama di timur tengah dan melahirkan beberapa ulama terkemuka di Nusantara. Seperti hubungan ulama Ahmad Al-Qusyasyi dan Ibrahim al-Kurani yang melahirkan generasi seperti Ar-Raniri, Abd. Ra’uf as-Singkili, dan Muhammad Yusuf al-Makasari. Demikian pula gerakan pemabaharuan yang dilakukan oleh gerakan wahabiah di Saudi Arabia yang menginspirasi dan melahirkan pemurnian agama seperti yang dilakukan olekh gerakan kaum Padri, Muhammadiyah, dan lain sebagainya.
Gagasan pembaharuan atau modernisasi yang juga datang dari daerah-daerah seperti Pakistan, India, dan Mesir juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan modernisasi yang ada di Indonesia. Gerakan modernisasi yang dilakukan oleh Faham Ikhwan al-Shafa, Ikhwan al-Muslimin, Jami’at al-Islami merupakan gerakan yang memberikan banyak kontribusi terhadap perkembangan pemikiran Islam di Nusantara.
B.     Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia
Pembaharuan yang dimaksud disini ialah upaya untuk kembali memurnikan ajaran Islam dari “karat” dan sedimentasi yang disebabkan oleh proses perubahan dan perkembangan Islam dalam rentang waktu yang panjang dari masa kemunculannya. Pembaharuan ini bisa masukkan dalam bahasa Sutrisno Kutoyo, pelapukan tersebut dapat diibaratkan dengan bejana logam, ketika masih baru warnanya kinclong dan berkilau, namun jika sudah lama atau usang warnanya akan memudar akibat tertutup oleh debu dan jelaja. Tetapi kalau dibersihkan, ia akan kembali kinclong dan berkilau. Upaya pembaharuan ini kurang lebih sama seperti yang diungkapkan Sutrisno Kutoyo, yaitu perlu “dibersihkan” atau “disegarkan kembali”.
Lutfi as-Syaukanie mengistilahkan gerakan pembaharuan tersebut sebagai gerakan liberal dalam artian , semua gerakan tersebut memiliki benang merah yang kontinum yaitu semangat dan perasaan untuk membebaskan ummat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kejumudan sejak lima abad terakhir. Menurut lutfi, meskipun mereka (para pembaharu) boleh jadi berbeda dalam metode danpendekatan pembaharuan yang dilakukan, namun mereka memilki kesamaan dalam menyikapi kondisi yang ada. Mereka berkeyakinan bahwa hanya dengan pembebasan diri yang dapat membawa perubahan kearah yang lebih baik, seperti melawan penjajah, menentang taqlid, khurafat, bid’ah dlsb.

C.     Priodeisasi Gerakan Pembaharuan Islam di Indonesia
Eka Hendry membagi proses pembaharuan dan kebangkitan Islam di Indonesia ke dalam 4 prode, yaitu : 1) priode pembahu generasi pertama (16 M hingga awal abad 17), 2) priode modernis generasi kedua (19 m hingga awal abad 20 M), 3) priode modernis generasi ketiga (generasi priode awal abad 20, tepatnya generasi 70-an hingga 80-an) dan 4) generasi modernis keempat (akhir abad 20 dan awal abad 21).
Priode pertama ditandai dengan lahirnya ulama-ulama Islam generasi pertama yang berupaya mengontrodusi paham-paham pembaharuan dalam agama. Beberapa diantaranya ialah Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatrani dlsb. Mereka melakukan pembaharuan dalam bidang tasawuf, dengan menampilkan tasawuf falsafi (heterodok) di tengah popularitas dan hegemoni penganut tasawuf ‘amali (ortodok) dari kalangan sunni.
Dalam sejarah pembaharuan islam di Indonesia memang priode ini jarang dirujuk sebagai proses sebagai pemabaharuan Islam di Indonesia. Sebagian ahli sejarah Indonesia memang merujuk kebangkitan pada abad 19 dan abad 20 M sebagai priode pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.
Priode ke-2 (abad 19 M), di antara gerakan kebangkitan yang sering dirujuk sebagai inspirasi bagi kebangkitan Islam di Nusantara adalah di antaranya gerakan wahabiah dari Saudi Arabia dan pembaharuan islam oleh Jamaluddin al-Afghani dan murid-muridnya seperti Muhammad Abduh dan rasyid Ridha.
Diantara tokoh dari gerakan ini adalah Imam Bonjol, Haji Miskin, Tuanku Tambuse, dll yang baru kembali belajar di Mekkah yang diduga terpengaruh oleh paham pemurnian (purifikasi) Wahabiah. Upaya pembaharuan ini ditentang oleh kaum adat (yang didukung oleh pihak kolonialisme) yang kemudian berbuntut panjang dengan peperangan yang dikenal dengan perang padri. Perang tersebut berlangsung kurang lebih selama 15 tahun.
 Selain gerakan Padri di Sumatera juga dilakukan upaya pembaharuan dalam bidang pendidikan Islam seperti yang dilakukan oleh Muhammad Djamil Djambek Bukittinggi (1860-1947), Muhammad thaib Umar Sungayang (1874-1920), Abdullah Ahmad (1878-1933) dan Haji Agus Salim (1884-1954). Mereka-mereka ini oleh Mahmud yunus dikatakan sebagai ulama-ulama yang berjasa mengusahakan perubahan pendidikan Islam di Minangkabau dan beberapa tempat lainnya.
Priode ke-3 (awal abad 20), priode ini ditandai dengan bermunculannya organisasi-organisasi social kemasyarakatan dan partai politik Islam, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor (1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulama di Majalengka, Jawa Barat (1911), Muhammadiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di Bandung (1920), Nahdhatul Ulama (NU) di Surabaya (1926), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Candung Bukittinggi (1930) dan beberapa partai politik seperti Sarekat Islam (SI), Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932) yang merupakan kelanjutan dan perluasan dari organisasi pendidikan Thawalib dan Partai Islam Indonesia (PII) tahun 1938 dan termasuk juga Partai Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi) tahun 1945.
Para pemimpin Masyumi bersikeras untuk menjadikan Islam sebagai asas Negara Indonesia. Polemik ini telah popular dengan sebutan “Piagam Jakarta” yang kemudian oleh Pemerintah Orde Lama (ORLA) dan Orde Baru (ORBA) dijadikan dasar penilaian bahwa muslim modernis sebagai pembuat kesulitan.
Jadi, para tokoh Masyumi dapat dikategorikan sebagai mereka yang berfikir formalis dan simbolik, karena upaya Islamisasi yang digagas adalah kepada hal-hal yang bersifat formalis dan simbolik, seperti perbankan Islam, perbaikan system peradilan Islam, undang-undang perkawinan berdasarkan al-Qur’an, izin bagi siswa perempuan untuk menggunakan jilbab di sekolah. Hal-hal tersebut oleh pemerintah dicurigai sebagai scenario untuk menuju Negara Islam Indonesia.
Generasi modernis ke-4 (akhir abad 20 dan awal abad 21 M) tepatnya dimulai dari era tahun 70-an. Greg Barton menyebutnya sebagai generasi neo-modernisme Islam Indonesia. Tokoh-tokoh yang menonjol dari priode ini diantaranya ialah Nurchalis Madjid, Ahmad Wahib, Johan Efendi, Abdurrahman Wahid dll.
Gerakan yang dilakukan oleh generasi 70-an hingga 80-an ini dianggap yang paling fundamental dari proses pembaharuan di era kontemporer Indonesia. Era ini menandai bermunculan gerakan-gerakan pembaharuan keagamaan di Indonesia yang menawarkan gagasan-gagasan pembaharuan yang lebih berani dan vulgar dibanding dengan sebelumnya. Fonomena Jaringan Islam Liberal (JIL) dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) merupakan beberapa contoh metamorfosa kontemporer dari pembaharuan pemikiran Islam di Indonesia.
Ada tiga faktor yang menjadi pendukung berkembang pesatnya tradisi pemikiran pembaharuan pada priode ini. Pertama, kondisi ini terkait dengan peta kebijakan politik pemerintah, baik pada masa Orde Baru terleih lagi Orde Reformasi. Kedua, dikarenakan menjamurnya percetakan-percetakan buku yang secara intensif menerbitkan semua gagasan tersebut, dan melemparkannya ke tengah-tengah publik secara luas dan bebas. Ketiga, kemajuan dalam bidang informatika dan komunikasi juga memberikan andil yang besar bagi proses inseminasi persemaian gagasan pembaharuan, karena setiap orang dapat dengan mudah mengakses internet untuk mencari apa saja yang mereka mau. Media yang paling sederhana misalnya televisi.