Senin, 08 Desember 2014

Hakikat Evaluasi Pendidikan

  Hakikat Evaluasi Pendidikan
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu “Value” dengan arti nilai atau harga, “to evaluate” dengan arti menentukan nilainya, dan “evaluation” dengan arti penilaian (terhadap sesuatu). Dengan demikian, secara harfiah evaluasi pendidikan dapat diberikan arti penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan. Evaluasi adalah perbuatan pertimbangan menurut suatu perangkat kriteria yang disepakati dan dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam praktik sering kali terjadi kerancuan atau tumpang tindih dalam penggunaan istilah evaluasi, penilaian dan pengukuran. Kenyataan seperti itu memang dapat dipahami, mengingat bahwa diantara ketiga istilah tersebut saling kait mengkait sehingga sulit dibedakan. Pengukuran yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah measurement yang artinya sebagai kegiatan yang dilakukan untuk mengukur sesuatu dengan dasar ukuran tertentu yang sifatnya kuantitatif. Contohnya mengukur tinggi badan dengan ukuran meter.
Evaluasi secara harfiah berasal dari bahasa Inggris, evaluation, dalam bahasa Arab, Al-taqdir, dalam bahasa Indonesia berarti penilaian. Akar katanya adalahvalue dalam bahasa Arab Al-qimah, dalam bahasa Indonesia berarti nilai.
Lembaga Administrasi Negara mengemukakan batasan mengenai evaluasi pendidikan sebagai berikut :
a.       Evaluasi pendidikan adalah proses kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.
b.      Evaluasi pendidikan adalah usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.

2.      Fungsi Evaluasi Pendidikan
Dalam keseluruan proses pendidikan, secara garis besar evaluasi berfungsi untuk:
a.       Mengetahui kemajuan kemapuan belajar siswa
b.      Mengetahui status akademis seseorang siswa dalam kelompoknya/kelasnya.
c.       Mengetahui penguasaan, kekuatan dan kelemahan seseorang siswa atas suatu unit pelajaran.
d.      Mengetahui efisiensi metode mengajar yang digunakan guru.
e.       Menunjang pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di sekolah yang bersangkutan.
f.       Memberi laporan kepada siswa dan orang tua siswa
g.      Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan promosi siswa.
h.      Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan pengurusan dan perencanaan pendidikan.
i.        Memberi informasi kepada masyarakat yang memerlukan.
j.        Merupakan bahan feed back bagi siswa, guru dan program pengajaran.
k.      Alat motivasi belajar-mengajar.
Dengan mengetahui manfaat evaluasi dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka dengan cara lain dapat dikatakan bahwa fungsi evaluasi ada beberapa macam, antara lain:


a.       Evaluasi berfungsi sebagai selektif
Guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi terhadap siswanya. seleksi itu sendiri mempunyai berbagai tujuan yang antara lain adlaha untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b.      Evaluasi berfungsi sebagai diagnostik
Apabila alat yang digunakan dalam evaluasi cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. jadi dengan mengadakan evaluasi guru dapat mendiagnosis kepada para siswanya tentang kebaikan dan kelemahan.
c.       Evaluasi berfungsi sebagai pengukuran keberhasilan
Evaluasi ini berfungsi untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil untuk diterapkan. keberhasilan program tersebut ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana dan sistem kurikulum.
Fungsi evaluasi pendidikan juga dapat dilihat dari tiga segi yaitu:
a.       Segi psikologik
Secara psikologik, kegiatan evaluasi dalam bidang pendidikan mempunyai fungsi sebagai berikut :
1)      Bagi anak didik, evaluasi akan memberikan pedoman atau pegangan kepada anak didik untuk mengenal kapasitas meupun status dirinya sendiri di tengah kelompoknya.
2)      Bagi pendidik, evaluasi memberikan kepastian-kepastian atau ketetapan hati, sudah sejauh manakah kiranya usaha yang talah dilakukannya membawa hasil, sehingga ia memiliki pedoman atau pegangan yang pasti guna menentukan langkah selanjutnya.
b.   Segi didaktik
Secara didaktik, fungsi yang dimiliki oleh evaluasi pendidikan adalah sebagai berikut:
1)      Bagi anak didik, evaluasi akan memberikan dorongan untuk dapat memperbaiki dan meningkatkan prestasinya.
2)      Bagi pendidik, evaluasi pendidikan mempunyai banyak fungsi diantaranya yaitu :
a)      Memberikan landasan untuk menilai hasil usaha atau prestasi anak didiknya, baik dalam hal kelebihannya. Jadi disini evaluasi mempunyai fungsi diagnostik.
b)      Memberikan informasi yang sangat berguna bagi pendidik untuk mengetahui posisi anak didik dalam kelompoknya. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa evaluasi berfungsi sebagai penempatan.
c)      Memberikan bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status anak didik, apakah seorang anak didik diterima di sekolah tertentu ataukah tidak. Fungsi evaluasi yang demikian ini disebut fungsi selektif.
d)     Memberikan pedoman untuk mencri upaya atau jalan keluar bagi anak didik yang memerlukannya. Dalam hal demikian dapat dikatakan berfungsi sebagai bimbingan.
e)      Memberikan petunjuk tentang sejauh mana suatu program pendidikan telah berhasil diterapkan. Dalam dal demikian maka evaluasi dikatakan berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
c.   Segi administratif
Adapun secara administratif, evaluasi dalam lapangan pendidikan memiliki fungsi sebagai berikut :
1)      Memberikan bahan laporan tentang kemajuan atau perkembangan anak didik, setelah mereka mengalami proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
2)      Memberikan bahan-bahan keterangan (data) yang sangat penting bagi pendidik atau lembaga pendidikan dalam mengambil keputusan pendidikan.
3)      Memberikan gambaran tentang hasil-hasil yang telah dicapai dan apa yang harus dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. 
Sementara itu Daryanto menyebutkan fungsi evaluasi pendidikan sebagai berikut:
a.       Perbaikan sistem
Dalam konteks ini, fungsi evaluasi lebih bersifat konstruktif, karena informasi hasil penilaian dijadikan input bagai perbaikan-perbaikan yang diperlukan di dalam sistem pendidikan yang sedang dikembangkan. Disini evaluasi lebih merupakan kebutuhan yang datang dari dalam sistem itu sendiri karena evaluasi ini dipandang sebagai faktor yang memungkinkan dicapainya hasil pengembangan yang optimal dari sistem yang bersangkutan.
b.      Pertanggung jawaban kepada pemerintah dan masyarakat
Selama dan terutama pada akhir fase pengembangan sistem pendidikan, perlu adanya semacam pertanggungjawaban (accountability) dari pihak pengembangan kepada berbagai pihak yang berkepentingan. Pihak-pihak yang dimaksud mencakup baik pihak yang mensponsori kegiatan pengembangan sistem tersebut, maupun pihak yang akan menjadi konsumen dari sistem yang telah dikembangkan. Dengan kata lain, pihak-pihak tersebut mencakup pemerintah, masyarakat, orang tua, petugas-petugas pendidikan dan pihak-pihak lainnya yang ikut mensponsori kegiatan pengembangan sistem yang bersangkutan.
Bagi pihak pengembang tujuan yang kedua ini tidak dipandang sebagai suatu kebutuhan dari dalam melainkan lebih merupakan suatu “keharusan” dari luar. Sekalipun demikian hal ini tidak bisa kita hindarkan karena persoalan ini mencakup pertanggung jawaban sosial, ekonomi dan moral, yang sudah merupakan suatu konskwensi logis dalam kegiatan pembaruan pendidikan.
c.       Penentuan tindak lanjut hasil pengembangan
Tindak lanjut hasil pengembangan sistem pendidikan dapat berbentuk jawaban atas dua kemungkinan pertanyaa : pertama, apakah sistem baru tersebut akan atau tidak akan disebarkan ? kedua, dalam kondisi yang bagaimana dan dengan cara yang bagaimana pula sistem baru tersebut akan disebar luaskan ?
Fungsi evaluasi pendidikan juga dikemukakan oleh Nana Sudjana dengan menyebutkan tiga fungsi evaluasi, yaitu:
a.       Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional. Dengan fungsi ini maka penilaian harus mengacu pada rumusan-rumusan tujuan instruksional.
b.      Umpan balik bagi perbaikan proses balajar mengajar, perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan instruksioanal, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru dan lain-lain.
c.       Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tuanya. Dalam laporan ini dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilai-nilai prestasi yang dicapainya.

3.      Prinsip-prinsip Evaluasi Pendidikan
Dalam pelaksanaan evaluasi pendidikan Islam perlu dipegang prinsip-prinsip sebagai berikut, yaitu evaluasi mengacu pada tujuan, evaluasi dilaksanakan secara obyektif, evaluasi bersifat komprehensif atau menyeluruh dan evaluasi dilaksanakan secara terus menerus atau kontinyu.
a.    Evaluasi mengacu kepada tujuan
Setiap aktifitas manusia sudah barang tentu mempunyai tujuan tertentu, karena aktifitas yang tidak mempunyai tujuan berarti merupakan aktifitas atau pekerjaan sia-sia. Nabi Muhammad SAW menganjurkan kepada umatnya agar meninggalkan aktifitas yang sia-sia tersebut. Hal ini dapat dipahami dari hadits Nabi SAW :
من حسن إسلام المرء تركه مالا يغنيه.(رواه الترمذى)

Artinya : “Sebagian dari kebaikan keislaman seseorang ialah dia akan meninggalkan segala aktifitas yang tidak berguna baginya (sia-sia)”. (H.R. Turmudzi)

Agar evaluasi sesuai dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, maka evaluasi juga perlu mengacu pada tujuan. Tujuan sebagai acuan ini dirumuskan lebih dahulu, sehingga dengan jelas menggambarkan apa yang hendak dicapai. Bila tujuan itu ditetapkan dengan menggunakan Taksonomi Bloom dan kawan-kawan, maka dapat dilakukan kajian tentang kognitif, efektif dan psikomotor apa yang dimiliki oleh peserta didik sebagai hasil belajarnya. Dan diperlukan pula kajian yang lebih mendalam tentang bentuk-bentuk atau penjenjangan dari ketiga domain tersebut, sesuai dengan program kurikulum yang ditetapkan.
b.    Evaluasi dilaksanakan secara obyektif
Obyektif dalam arti bahwa evaluasi itu dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, berdasarkan fakta dan data yang ada tanpa dipengaruhi oleh unsur-unsur subyektifitasdari evaluator (penilai).
Obyektifitas dalam evaluasi itu antara lain ditjuakan dalam sikap-sikap evaluator sebagai berikut :
1)   Sikap Ash-Shidiq, yakni berlaku benar dan jujur dalam mengadakan evaluasi. Sebaliknya tidak bersikap dusta dan curang.
2)   Sikap Amanah yakni suatu sikap pribadi yang setia, tulus hati dan jujur dalam menjalankan sesuatu yang dipercayakan kepadanya. Sebaliknya tidak bersikap khianat.
3)   Sikap Ramah dan Ta’awun yakni sikap kasih sayang terhadap sesama dan sikap saling tolong menolong menuju kebaikan. Sikap ini harus dimiliki oleh evaluator.
c.    Evaluasi itu harus dilakkan secara Komprehensif
Hal ini berarti bahwa evaluasi itu harus dilakukan secara menyeluruh, meliputi berbagai aspek kehidupan peserta didik, baik yang menyangkut iman, ilmu maupun amalnya. Ini dilakukan karena umat Islam memang disuruh untuk mempelajari, memahami serta mengamalkan Islam secara menyeluruh.
Dengan demikian evaluasi pendidikan agama Islam pun harus dilakukan secara menyeluruh pula, yang mencakup berbagai aspek kehidupan peserta didik.
d.   Evaluasi itu harus dilakukan secara kontinue (terus-menerus)
Bila aktifitas pendidikan agama Islam dipandang sebagai suatu proses untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka evaluasi pendidikannya pun harus dilakukan secara kontinue (terus-menerus), dengan tetap memperhatikan prinsip pertama (obyektifitas) dan prinsip kedua (harus dilakukan secara komprehensif).
Prinsip keempat ini selaras dengan ajaran istiqomah dalam Islam, yakni bahwa setiap umat Islam hendaknya tetap tegak beriman kepada Allah, yang diwujudkan dengan senantiasa mempelajari Islam, mengenalkannya serta tetap membela tegaknya agama Islam. Sungguh pun terdapat berbagai tantangan dan rintangan yang senantiasa dihadapinya.
Mengingat ajaran Islam harus dilakukan secara istiqomah (kontinue), maka evaluasi pendidikan agama Islam pun harus dilakukan secara kontinyu pula, sehingga tujuan pendidikan agama Islam dapat dicapai secara optimal.

4.      Evaluasi Pendididkan Perspektif Filsafat Islam
 Sistem evaluasi dalam pendidikan Islam mengaku pada sistem evaluasi yang digariskan oleh Allah SWT dalam Al-Qur’an dan dijabarkan dalam Sunnah, yang dilakukan Rasulullah Saw. dalam proses pembinaan risalah Islamiyah.
Secara umum sistem evaluasi pendidikan Islam sebagai berikut:
a.       Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dihadapi (Q.S. Al-Baqarah: 155).
b.      Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan Rasulullah SAW. kepada umatnya (Q.S. Al-Naml: 40).
c.       Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah SWT. terhadap Nabi Ibrahim as. yang menyembelih Ismail as. putra yang dicintainya (Q.S. Al-Shaffat: 103-107).
d.      Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dan pelajaran yang telah diberikan kepadanya, seperti pengevaluasian terhadap nabi Adam as. tentang asma` yang diajarkan Allah Swt. kepadanya di hadapan para malaikat (Q.S. Al-Baqarah: 31).
e.       Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam ‘iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk (Q.S. Al-Zalzalah: 7-8).
f.       Allah SWT. dalam mengevaluasi hamba-Nya, tanpa memandang formalitas (penampilan), tetapi memandang subtansi di balik tindakan hamba-hamba tersebut (Q.S. Al-Hajj: 37).
g.      Allah SWT. memerintahkan agar berlaku adil dalam mengevaluasi sesuatu, jangan karena kebencian menjadikan ketidakobjektifan evaluasi yang dilakukan (Q.S. Al-Maidah: 8).
Langkah yang harus ditempuh seorang pendidik dalam mengevaluasi adalah menetapkan apa yang menjadi sasaran evaluasi tersebut. Sasaran evaluasi sangat penting untuk diketahui supaya memudahkan pendidik dalam menyusun alat-alat evaluasinya.
Pada umumnya ada tiga sasaran pokok evaluasi, yaitu: 
a.    Segi tingkah laku, artinya segi-segi yang menyangkut sikap, minat, perhatian, keterampilan peserta didik sebagai akibat dari proses belajar mengajar.
b.    Segi pengetahuan, artinya penguasaan pelajaran yang diberikan oleh guru dalam proses belajar mengajar;
c.    Segi yang menyangkut proses belajar mengajar yaitu bahwa proses belajar mengajar perlu diberi penilaian secara obyektif dari guru. Sebab baik tidaknya proses belajar mengajar akan menentukan baik tidaknya hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik.

D.  KESIMPULAN
1.    Pada hakikatnya dalam evaluasi memiliki tiga unsure pokok, yaitu, kegiatan evaluasi, informasi dan data yang berkaitan dengan obyek yang dievaluasi.
2.    Tujuan dan fungsi evaluasi tidak hanya ditekankan pada aspek kognitif semata, akan tetapi meliputi ketiga ranah pendidikan (kognitif, afektif dan psikomotorik).
3.    Evaluasi pendidikan mempunyai beberapa prinsip, yaitu; mengacu kepada tujuan. obyektif, komprehensip, terus menerus (kontinyu), dan Dalam kegiatan evaluasi tersebut sistem yang dipakai yaitu mengacu pada Alquran yang penjabarannya dituangkan dalam Sunah, dan dalam pelaksanaan evaluasi perlunya beberapa prinsip yang mengacu kepada tujuan baik secara kontiniu, objektif, menyeluruh atau komperehensif.


E.  PENUTUP
Demikian pembahasan makalah yang dapat kami susun. Pemakalah menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan. Karenanya, sudilah kiranya pembaca budiman berkenan memberikan saran guna perbaikan santriwati.


























DAFTAR PUSTAKA

Bahreisj, Hussein, Hadits Shahih Al-Jamius Shahih Bukhori-Muslim, CV. Karya Utama, Surabaya, t.th.
Daryanto, Evaluasi Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2007
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjamahnya, Jakarta, Yayasan Penyelenggara penerjemah dan Penafsir Al-Qur’an, 2002.
Fatah, Nanang, Landasan Manajeman Pendidikan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001
Habib Toha, M., Teknik Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996
http://suhendri-usthendri.blogspot.com/2011/09/evaluasi-pendidikan-dalam-perspektif.html
Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1998
, Anas, Strategi Penilaian Hasil Belajar pada Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam Upaya Pencapaian Tujuan Pendidikan Nasional, UD. Rama, Yogyakarta, 1993
Teknik Evaluasi Pendidikan suatu Pengantar, UD. Rama, Yogyakarta, 1986.

Sudjana, Nana, Penilaian Hasil Proses Balajar Mengajar, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001

Kamis, 04 Desember 2014

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

 SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI ANDALUSIA


1) Awal masuknya islam ke andalusia
Pada periode klasik paruh pertama masa kemajuan ( 650-1000 M), wilayah kekuasaan Islam meluas melalui Afrika Utara ( Aljazair dan Maroko) sampai ke Spanyol di Barat. Spanyol adalah nama baru dari Andalusia zaman dahulu. Nama Andalusia berasal dari suku ( Vendalus ) yang menaklukkan Eropa Barat dimasa lalu sebelum bangsa Goth dan Arab (Islam) Kondisi Andalusia sebelum kedatangan Islam sungguh sangat memprihatinkan, terutama ketika masa pemerintahan raja Ghotic yang melaksanakan pemerintahannya dengan besi. Kondisi ini menyebabkan rakyat Andalusia menderita dan tertekan. Mereka sangat merindukan datangnya kekuatan ratu adil sebagai sebuah kekuatan yang mampu mengeluarkan mereka saat itu, kerinduan mereka akhirnya menemukan momentumnya ketika kedatangan Islam di Andalusia.
Ketika Dinasti Umayah dipegang oleh Khalifah al- Walid bin Abdul Malik (al-Walid I ) (naik takhta 86 H atau 1705 M ), khalifah VI. la menunjuk Musa bin Nusair sebagai gubernur di Afrika Utara Pada masa kepemimpinan Musa bin Nusair, Afrika sebagian barat dapat di kuasai kecuali Sabtah (Ceuta ) yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan Bizantium. Ketika inilah pasukan Islam mampu menguasai bagian barat sampai Andalusia.
Penaklukan Islam di Andalusia  tidak terlepas dari kepiawaian tiga pahlawan Islam, yaitu Tharif Ibn Malik, Thariq bin Ziyad, Musa bin Nushair. Perluasan bani umayyah ke Andalusia  diawali oleh rintisan Tharif ibn Malik yang berhasil menguasai ujung paling selatan eropa, upaya ini kemudian dilanjutkan oleh Thariq bin Ziyad yang berhasil menguasai ibu kota Andalusia, Toledo. Kemudian ia juga menguasai Archidona, Elfiro dan Cordova. Bahkan raja Roderick (raja terakhir Vichigothic) berhasil ia kalahkan pada tahun 711 M
Keberhasilan Thariq dalam melumpuhkan penguasa di Andalusia dalam sejarah Islam dicatat sebagai acuan resmi penaklukan Andalusia oleh Islam. Kemudian ekspansi ini dilanjutkan pada waktu yang sama oleh Musa bin Nushair yang akhirnya mampu menguasai Andalusia bagian barat yang belum dilalui oleh Thariq, tanpa memperoleh perlawanan yang berarti. Keberhasilan ekspansi ini akhirnya bermuara dengan dikuasainya seluruh wilayah Andalusia ke tangan Islam. Pada saat itu kekhalifahan dinasti umayyah pada masa pemerintahan Walid bin Abdul Malik hanya menjadikan daerah Andalusia sebagai sebuah keamiran saja. Ia menunjuk Musa bin Nushair sebagai amir di sana yang berkedudukan di Afrika Utara. Ketika dinasti umayyah di damaskus runtuh, perkembangan Andalusia kemudian dipegang oleh seorang pangeran umayyah Abdurrahman Ibn Mu’awiyah ibn Hisyam yang berhasil lolos dari buruan bani abbas. Tokoh inilah yang kemudian berhasil mendirikan kembali bani umayyah di Andalusia.
Islam masuk ke Spanyol (Cordova) pada tahun 93 H (711 M) dibawah pimpinan Tariq bin Ziyad yang memimpin angkatan perang Islam untuk membuka Andalusia dengan membawa 7000 orang pasukan. Dengan kekuatan tambahan, Thariq yang mengepalai 12.000 pasukan, pada 19 Juli 711  berhadapan dengan pasukan Raja  Roderick di mulut Sungai Barbate dipesisir laguna janda dan berhasil mengalahkan tentara Gotik yang merupakan kemenangan penting untuk memudahkan pasukan muslim melintasi dan penaklukan kota-kota Spanyol lainnya tanpa mengalami perlawanan berarti.

2.      Pola Pendidikan Islam Pada Masa Dinasti Umayah Di Andalusia
Islam di Andalusia telah mencatat satu lembaran peradaban dan kebudayaan yang sangat brilian dalam bentangan sejarah Islam. Ia berperan sebagai jembatan penyebrangan yang dilalui ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa pada abad XII. Minat terhadap pendidikan dan ilmu pengetahuan serta filsafat mulai dikembangkan pada abad IX M selama pemerintahan penguasa Bani Umayah yang ke-5, Muhammad ibn Abd Al-Rahman (832-886 M).
Adapun pola pendidikan Islam di Andalusia secara garis besar adalah sebagai berikut:
A)      Kuttab
Umat muslim Andalusia telah menoreh catatan sejarah yang sangat mengagumkan dalam bidang intelektual, banyak perestasi yang mereka peroleh khususnya perkembangan pendidikan Islam. Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan Islam sangat tergantung pada penguasa yang menjadi pendorong utama bagi kegiatan pendidikan. Menurut Abuddin Nata, di Andalusia menyebar lembaga pendidikan yang dinamakan Kuttab. Kuttab termasuk lembaga pendidikan terendah yang sudah tertata dengan rapi dan para siswa mempelajari berabagai macam disiplin Ilmu Pengetahuan diantaranya Fiqih, Bahasa dan sastra, serta musik dan kesenian :
1)      Fiqih
Pemeluk islam diandalusia menganut mazhab Maliki, maka para ulama memperkenalkan materi-materi fikih dari mazhab maliki. Tokoh-tokoh yang termansyur disini diantaranya tersebut nama Ziyad ibnu Abd. Ar-Rahman dan dilanjutkan oleh ibnu yahya. Yahya sempat menjadi kadi pada masa hisyam ibn abd rahman, dan masih banyak nama-nam lain, seperti abu Bakar, ibn al-Qutiyah, munjir ibn Sais al-Baluthi, dan ibnu Hazm yang sangat popular pada saat itu. Santri pada kutab mendapat pelajaran yang cukup lengkap dan ulama-ulama yang ahli pada bidang ilmunya, sehingga para siswa-siswanya lebih cepat menyerap ilmu pengetahuan yang dipelajarinya, sehingga menumbuhkan minat belajar dikala itu.
2)      Bahasa dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa resmi dan bahasa administrasi dalam pemerintah Islam di Andalusia. Bahasa Arab ini diajarkan kepada murid-murid dan para pelajar, baik yang Islam maupun non-Islam. Dan hal ini dapat diterima oleh masyarakat, bahkan mereka rela menomorduakan bahasa asli mereka. Mereka juga banyak yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab, sehingga mereka terampil dalam berbicara maupun dalam tatabahasa. Di antara ahli bahasa tersebut yang termasyhur ialah Ibnu Malik pengarang kitab Alfiah, Ibn Sayyidih, Ibn Khuruf, Ibn Al-Haj, Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-hasan Ibn Usfur, dan Abu Hayyan Al-Garnathi. Seiring dengan kemajuan bahasa itu, karya-karya sastra banyak bermunculan, seperti al-iqd al-Farid karya Ibn Abidin Rabbih, al-Dzakhirah fi Mahasin Ahl al-Jazirah oleh Ibn Basam, kitab al-Qalaid buah karya Al-Fath Ibn Khaqan dan banyak lagi yang lainnya.
3)      Musik dan Kesenian
Sya’ir merupakan ekspresi utama dari peradaban Andalusia. Pada dasarnya sya’ir mereka didasarkan pada model-model sya’ir Arab yang membangkitkan semangatt prajurit dan interes faksional para penakluk Arab. Dalam bidang musik dan suara, Islam di Andalusia mencapai kecemerlangan dengan tokohnya al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab. Ia selalu tampil mempertunjukan kebolehannya. Kepiawaiannya bermusik dan seni membuat ia menjadi orang terkenal pada masa itu, ilmu yang dimilikinya diajarkan kepada anak-anaknya, baik laki-laki maupun perempuan dan juga kepada para budak, sehingga kehebatannya tersebar luas.
B)     Pendidikan Tinggi
Tidak dapat dipungkiri bahwa islam di spayol merupakan tonggak sejarah peradaban, kebudayaan dan pendidikan pada abad kedelapan dan akhir abad ketiga belas. Universitas Cordova berdiri megah dan menjadi simbol Spayol, sehinggaterkenal keseluruh dunia. Universitas ini tegak bersanding dengan mesjid Abdurrahman III, yang pada akhirnya berkembang menjadi lembaga pendidikan tinggi yang terkenal yang setara dengan Universitas al-azhar di Cairo dan Universitas Nizamiyah di bagdhad. Perguruan tinggi ini telah menjadi pilihan utama bagi generasi muda yang mencintai ilmu penetahuan, baik dari belahan asia, Eropa, Afrika, dan belahan dunia lainnya.

Banyak yang pantas dilihat pada daerah ini, khususnyta dalam bidang pendidikan. Perpustakaan pada masa itu tidak ada tandingnya, yang menampunng kurang lebih empat juta buku yang mancakup berbagai disiplin ilmu. Buku-buku itu dikonsumtifkan untuk seribu lebih mahasiswa yang sedang menuntut ilmu. Selain itu terdapat juga Universitas Sevilla, Malago, dan Granada. Pada perguruan tinggi ini diajarkan ilmu kedokteran, astronomi, hukum islam, kimia dan lain-lain. Pada lembaga ini terdapat pengajar yang cukup dikenal diantaranya, yaitu Ibnu Qutaibah yang dikenal sebagai ahli tatabahasa, Abu Ali Qali yang ahli pada Biologi. Namun secara garis besar pada perguruan tinggi di Spayol terdapat dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu

1)      Filsafat
                  Universitas Cordova mampu menyaingi Bagdhad, salah satu diantaranya karena mampu mengimpor ilmu filsafat dari belahan timur dalam jumlah besar, sekalipun bagdhad termaksud pusat ilmu pengetahuan islam. Sehingga beberapa waktu sesudahnya melahirkan filosof-filosof besar dengan karya-karya emasnya.Ibnu Bajjah adalah filosof muslim yang pertama dan utama dalam sejarah kefilsafatan di Andalusia. Nama lengkapnya adalah Muhammad ibnu yahya ibnu Al-sha’ig, yang lebih terkenal dengan nama ibnu Bajjah. Orang barat menyebutnya Avenpace. Ia dilahirkan di saragosa (spayol) pada akhir abad ke-5H/abad ke-11 M.Tokoh yang lainnya terdapat  nama Abu Bakar ibnu thulafail, penduduk asli wadi asy, sebuah dusun kecil di sebelah timur Granada dan wafat pada usia lanjut pada tahun 1158 M. Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafat. Karya filsafatnya yang sangat terkenal adalah Hay Ibn Yaqzhan.Pada akhir abad ke-12 masehi muncul seorang pengikut aristoteles yang terbesar dari kalangan filsafat islam ia adalah Abu Al-Walid Muhammad Ibnu Ahmad Ibnu Muhammad Ruyd, dilahirkan di Cordova, Andalusia pada tahun 510 H/1126M, yang terkenal dengan nama Ibnu Rusyd.denganKepeawaiannya yang luar biasa dengan ilmu hokum sehingga ia diangkat menjadi ketua mahkama agung di Cordova (Qadhi Al-Qudhati). Karya besarnya yang termansyur adalah bidayah Al-Mijtahid.

2)      Bidang Sains
                   Sedangkan di bidang sains tercatat nama Abbas Ibnu Farnas yang terkenaldalam ilmu kimia dan astronomi. Ia adalah orang pertama yang menemukan pembuatan kaca dari batu. Perkembangan sains pada daerah ini di ikuti pula oleh ilmu kedokteran, matematika, kimia, serta musik dan llmu lainnya, bahkan ada ilmuwan wanita yang ahli kedokteran, yaitu Ummu al-Hasan binti Abi jafar.
3) Faktor Pendukung Kemajuan Pendidikan Di Andalusia

a)  Adanya dukungan dari para penguasa. Kemajuan Andalusia Islam sangat ditentukan oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa serta mencintai ilmu pengetahuan, juga memberikan dukungan dan penghargaan terhadap para ilmuawan dan cendekiawan.
b)   Didirikannya sekolah-sekolah dan universitas-universitas dibeberapa kota di Spanyol oleh Abd Al-Rahman III Al-Nashir, dengan universitasnya yang terkenal di Cordova. Serta dibangunnya perpustakaan-perpustakaan yang memiliki koleksi buku-buku yang cukup banyak
c)   Banyaknya para sarjana Islam yang datang dari ujung Timur sampai ujung Barat wilayah Islam dengan membawa berbagai buku dan bermacam gagasan. Ini menunjukkan bahwa meskipun umat Islam terpecah dalam berbagai kesatuan politik, terdapat apa yang disebut kesatuan Budaya Islam.
d)   Adanya persaingan antara Abbasiyah di Bagdhad dan Umayah di Spanyol dalam bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Kompetisi dalam bidang ilmu pengetahuan dengan didirikannya Universitas Cordova yang menyaingi Universitas Nizhamiyah di Bagdhad yang merupakan persaingan positif tidak selalu dalam bentuk peperangan.